Kamis, 06 Mei 2010

Bid'ah dan Tasyabbuh Disekitar Umat Islam Bagian Kedua

Nubuwat Tentang Tasyabbuh
Berikut ini adalah salah satu hadits tentang nubuwat akhir zaman yang berkenaan dengan tasyabbuh pada umat nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
عن أَبِي سَعِيدٍ الْخدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ: فَمَنْ
"Sungguh diantara kalian akan mengikuti apa-apa yang dilakukan bangsa-bangsa terdahulu, selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta walau pun mereka memasuki lubang biawak kamu akan mengikuti mereka". Diantara para sahabat ada yang bertanya "Ya, Rasululah apakah yang dimaksud (di sini) adalah pemeluk agama Yahudi dan Nashrani ?" Rasulullah menjawab "Siapa lagi (kalau bukan mereka) (HR. Bukhari)
Makna Tasyabbuh
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan mengikutinya.
Untuk memahami konsep tasyabuh dalam tingkat sederhana, kita bisa meminjam teori dasar dari ilmu balaghah (susastra Arab) bagian ilmu bayan tentang tasybih (penyerupaan), yang didefinisikan sebagai berikut;
التشبيه هو إلحاق أمر بأمر في معنى بأداة
Tasybih adalah menyerupakan sesuatu dengan yang lain dalam satu keadaan dengan mengunakan alat-alat tertentu.
Contoh sederhana sebagai berikut;
العمر مثل الضيف أو كالطيف ليس له إقامة
Umur itu bagaikan tamu atau laksana hayalan, dia tidak menetap.
Dari contoh diatas, diserupakan antara umur dengan tamu atau hayalan dalam hal tidak menetapnya. Sesuatu dengan yang lainnya dapat dikatakan serupa (tasyabbuh) jika memenuhi 4 rukun pokok tasybih yaitu; musyabbah (sesuatu yang diserupakan), sesuatu yang diserupai (musabbah bih), sifat atau keadaan yang diserupakan (wajhu syibhi) dan lafadz yang menunjukan keserupakan (adatu tasybih). Pada contoh diatas, rukunnya sebagai berikut;
1. Umur (العمر) sebagai musyabbah (yang diserupakan)
2. Tamu atau hayalan (الضيف أو كالطيف) sebagai musyabbah biih ( yang diserupai)
3. Tidak menetap (ليس له إقامة) sebagai wajhu syibhi (keadaan atau hal keserupaan)
4. Seperti (ك/مثل) sebagai adatu tasybih (alat menyerupakan)
Dari 4 rukun diatas, pada teks (mantuq) tidak selamanya ke -4 rukun itu muncul, namun dalam tataran konteks (mafhum) ke-4 nya wajib dipenuhi. Konsep dasar inilah yang perlu dijadikan dalam memahami setiap tasyabbuh dalam konteks sosiologis. Dari ke-4 rukun tasybih tersebut yang menentukan nilai dalam proses tasyabbuh adalah wajhu syibhinya dalam artian baik buruknya suatu tasybih paling utama ditentukan oleh hal atau sifat yang dijadikan penyerupaannya. Oleh karena itu hadis nabi;
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu. (H.R Abu Daud)
Hadits tersebut masih netral, dalam artian suatu tasyabbuh belum dikatakan apakah nilainya baik atau buruk, tergantung hal apa yang diserupakanya, apakah baik atau buruk, meskipun yang diserupakan itu antara mu'min dan kafir. Hadits tersebut hanya menggambarkan bahwa seseorang bisa dikatakan segolongan, sekaum kalau memiliki kesamaan wajhu sibhi, walaupun secara generik dia berbeda.
Dalam menentukan wajhu syibhi dari suatu tasybih, yang tidak disebutkan wajhu sibhinya, maka kita mesti memperhatikan indikator (qarinah) dari suatu teks tersebut, seperti pada hadits berikut,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِالرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ وَلَا مَنْ تَشَبَّهَ بِالنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ (أحمد ، والطبرانى عن ابن عمرو)
Bukan umat kami (Islam) seorang laki-laki seperti seorang perempuan, atau seorang perempuan seperti laki-laki. (H.R Ahmad, Thabrani dari Ibn Amr)
Dalam teks hadits tersebut tidak disebutkan wajhu sibhinya, namun qarinahnya jelas yakni perkara yang terlarang atau penegasian keadaan (ليس منا), maka secara mafhum terlarangnya tasyabuh antara pria dan wanita adalah pada hal-hal yang telah jelas secara syar'i dibedakan, misalnya memakai perhiasan, menutup aurat, dll. Jadi maksud hadits tersebut adalah, "seorang laki-laki yang memakai perhiasan dari emas layaknya perempuan bukan tergolong umat Nabi Muhammad, begitu pula seorang perempuan yang memakai pakaian seperti laki-laki maka dia bukan termasuk umat Nabi Muhammad".
Pada hadits lain disebutkan,
ليس مِنا مَن تَشبَّه بغيرنا ، لا تَشَبَّهُوا بأهل الكتاب فإن تسليمَهم الإِشارةُ بالأصابع والأكُفِّ
Bukan umat kami (Islam) yang tidak seperti muslim, maka janganlah kalian menyerupai ahlul kitab (dalam memberi penghormatan), sesungguhnya jika mereka memberi salam dengan mengangkat tangan dan kain. (H.R Tirmidzi)
Dari hadits tersebut disebutkan wajhu sibhinya yakni "memberi penghormatan". Secara mafhum hadits itu bermakna seorang tidak disebut muslim jika memberi penghormatan kepada manusia sama dengan cara ahlul kitab memberi penghormatan yakni dengan mengangkat tangan atau kain (benda).
Tasyabbuh yang dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syar'i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka (kaum kafir).
Termasuk dalam tasyabbuh yaitu meniru terhadap orang-orang yang tidak shalih, walaupun mereka itu dari kalangan kaum muslimin, seperti orang-orang fasik, orang-orang awam dan jahil, atau orang-orang Arab (badui) yang tidak sempurna diennya (keislamannya),
Oleh karena itu, segala sesuatu yang tidak termasuk cirri khusus orang-orang kafir, baik aqidahnya, adat-istiadatnya, peribadatannya, dan hal itu tidak bertentangan dengan nash-nash serta prinsip- prinsip syari'at, atau tidak dikhawatirkan akan membawa kepada kerusakan, maka tidak termasuk tasyabbuh yang terlarang. Inilah pengertian secara umum.
Pembagian Tasyabbuh dan Hukumnya
Dalam konsepsi Islam, tasyabbuh yang terlarang itu terbagi dua yaitu;
1. Tataran sosiologis, yakni penyerupaan sesuatu dengan yang lain yang secara hakekatnya sesuatu itu mesti berbeda seperti tasyabbuhnya laki-laki dan perempuan, yang muda dengan yang tua dll. Sebagaimana dalam hadits berikut;
إن خير شبابكم من تشبه بشيوخكم و شر شيوخكم من تشبه شبابكم و شر نسائكم من تشبه برجالكم و شر رجالكم من تشبه بنسائكم
Sesungguhnya pemuda yang terbaik diantara kalian adalah seperti orang tua kalian (dewasa) dan dan sejelek-jeleknya orang tua diantara kalian adalah seperti anak muda kalian (kekanak-kanakan), dan sejelek-jeleknya wanita diantara kalian adalah yang menyerupai laki-laki kalian, dan sejelek-jeleknya laki-laki kalian adalah yang menyerupai wanita diantara kalian". (H.R Baihaqi)
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِالرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ وَلَا مَنْ تَشَبَّهَ بِالنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ (أحمد ، والطبرانى عن ابن عمرو)
Bukan umat kami (Islam) seorang laki-laki seperti seorang perempuan, atau seorang perempuan seperti laki-laki. (H.R Ahmad,Thabrani dari Ibn Amr)
2. Tataran teologis, yakni penyerupaan antara umat Islam dengan luar Islam yang ditegaskan dengan nash seperti tasyabbuhnya muslim dengan ahlul kitab, dengan orang musyrik, orang majusi, munafik dll. Seperti contoh;
ليس مِنا مَن تَشبَّه بغيرنا ، لا تَشَبَّهُوا بأهل الكتاب فإن تسليمَهم الإِشارةُ بالأصابع والأكُفِّ
Bukan umat kami (Islam) yang tidak seperti muslim, maka janganlah kalian menyerupai ahlul kitab (dalam memberi penghormatan), sesungguhnya jika mereka memberi salam dengan mengangkat tangan dan kain. (H.R Tirmidzi)
Oleh karena itu ditinjau dari sisi hukum, maka tasyabbuh dalam bentuk umum memiliki beragam nilai hukum yang meliputi semua jenis tasyabbuh. Hukum umum tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Ada beberapa perkara dari perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir bisa dihukumi sebagai perbuatan syirik atau kufur; seperti tasyabbuh dalam bidang keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, misalnya tasyabbuh terhadap pemeluk agama Yahudi, Nashrani, atau Majusi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah tauhid dan aqidah. Contohnya: seperti ta'thil yakni menafikkan dan mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala, meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah, taqdis (mensucikan) seorang Nabi atau orang-orang shalih kemudian berdoa serta beribadah kepada mereka, berhukum dengan syari'at dan perundang-undangan buatan manusia. Maka bagi pelaku semua itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya (haram).
2. Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan maksiat dan kefasikan. Seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir. Contohnya, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai wanita (sisay) atau wanita yang menyerupai laki-laki (tomboy) dan lain sebagainya. Ini pun termasuk yang diharamkan.
3. Tasyabbuh bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makruh bila timbul keragu- raguan antara mubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum. Maksudnya, kadang-kadang dalam beberapa masalah tingkah laku, adat atau kebudayaan, serta beberapa masalah keduniaan masih diragukan kedudukan hukumnya. Apakah masalah tersebut termasuk suatu perkara yang dibenci ataukah sesuatu yang mubah (dibolehkan). Namun, demi menjaga agar seorang muslim tidak terperosok, maka dihukumi sebagai sesuatu yang makruh.
4. Sebagian ada beberapa perkara yang semata-mata merupakan rekayasa materi murni dan tidak akan menyebabkan kaum muslimin tergiring untuk mengikuti kaum kafir, sehingga bakal membahayakan mereka. Demikian juga dengan ilmu-ilmu murni keduniaan yang tidak menyangkut aqidah dan akhlak, maka semua ini termasuk dalam perkara mubah.
5. Kadang-kadang kaum muslimin harus mengambil manfaat dari ilmu-ilmu murni keduniaan yang dimiliki orang-orang kafir. Dan, yang dimaksud dengan murni (bahtah) adalah tidak mengandung unsur-unsur atau tanda-tanda yang bertentangan dengan nash-nash atau kaidah-kaidah syar'i. Atau, yang dapat menjerumuskan kaum muslimin pada kehinaan dan kekerdilan. Bila ketentuan tersebut dipenuhi, maka bisa dimasukkan ke dalam kategori mubah pula.
GOLONGAN-GOLONGAN YANG TERLARANG DITASYABBUHI
Dengan menelaah dan mengkaji nash-nash syar'i maka kita akan dapat mengenali beberapa golongan diluar islam yang terlarang untuk di tasyabbuhi yaitu;
1. Orang Kafir
Secara umum bertasyabbuh kepada orang-orang kafir, dengan tanpa kecuali, adalah sangat terlarang. Termasuk golongan ini adalah orang-orang musyrik, pemeluk agama Yahudi, Nashrani, Majusi, Syaibah (Sabi'in), orang-orang penganut ajaran Komunis, dan lain-lain. Kita dilarang bertasyabbuh terhadap setiap perkara yang merupakan ciri khas orang kafir, baik dalam ibadah, adat-istiadat, maupun pakaian. Seperti sabda Nabi kepada Abdullah bin Umar ra. Ketika beliau melihatnya berpakaian dengan dua pakaian berwarna kuning keemasan, sabda beliau: "Sesungguhnya pakaian ini adalah dari orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya." Hal ini merupakan dalil, bahwa jika pakaian itu merupakan pakaian khas orang-orang kafir maka seorang muslim tidak boleh memakainya.
2. Orang-orang Musyrik
Kita telah dilarang bertasyabbuh terhadap cara ibadah mereka, perayaan hari-hari besar mereka, perbuatan-perbuatan mereka, seperti muka'an wa tashdiyah yakni beribadah dengan cara bersiul-siul dan bertepuk tangan, minta syafaat dan tawassul dengan makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dunia, bernadzar dan berkurban di pekuburan, dan perbuatan-perbuatan lainnya. Termasuk perbuatan yang dilarang pula yakni meninggalkan padang Arafat sebelum maghrib (dalam berhaji) sebab perbuatan tersebut merupakan perbuatan kaum musyrikin.
Para pendahulu kita (as-salafus shalih) sangat membenci setiap perkara yang merupakan ciri khas milik orang-orang musyrik dan semua yang termasuk perbuatan-perbuatan mereka. Seperti kata Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, ra. dan yang lainnya:
"Barangsiapa yang membuat bangunan di negeri orang-orang musyrik serta membuat panji-panji dan pataka-pataka (bendera lambang komando) mereka hingga akhir hayatnya, maka akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat." (H.R Baihaqi)
Dan Ibnu Umar ra. membenci meletakkan hiasan-hiasan di masjid dan melarang dari hal tersebut serta semua hal yang berhubungan dengan masalah itu, karena menurut beliau ra. bahwa hal itu menyerupai patung-patung orang musyrik. (H.R Ibnu Abi Syaibah)
3. Ahli Kitab
Yang dimaksud Ahli Kitab adalah pemeluk agama Yahudi dan Nashrani. Kita dilarang meniru semua perkara yang merupakan ciri khas pemeluk agama Yahudi dan Nashrani, baik dalam bidang aqidah, ibadah, adat-istiadat (budaya), dalam berpakaian, atau hari-hari besar mereka. Contohnya: membuat bangunan di atas kuburan, dan menjadikannya masjid, menggantungkan gambar-gambar (foto-foto), mengekspose wanita, meninggalkan makan sahur, menggantung atau memasang salib, ikut memperingati dan merayakan hari-hari besar mereka dan lain-lain.
4. Pemeluk agama Majusi
Sebagian ciri khas pemeluk agama Majusi adalah menyembah dan beribadah kepada api (agama Sinto Budha di Jepang), mensucikan raja-raja dan para pembesar, mencukur rambut bagian kuduk dan membiarkan rambut bagian depan, mencukur jenggot, memanjangkan kumis, meniup peluit atau terompet, dan memakai piring atau bejana dari emas dan perak.
5. Bangsa Persia dan Romawi
Termasuk golongan ini tentu saja Ahli Kitab, Majusi dan lainnya, Persia dan Romawi. Kita juga telah dilarang bertasyabbuh dengan hal-hal yang merupakan ciri khas mereka dalam peribadatan, kebudayaan, cara dan tata tertib keagamaan. Seperti, mengagungkan dan mensucikan pembesar-pembesar dan orang-orang terhormat, mentaati pendeta (alim ulama) dan rahib-rahib (orang-orang shalih) yang mensyari'atkan sesuatu yang tidak disyari'atkan Allah, berlebih-lebihan serta melampaui batas dalam beragama.
6. Orang-orang 'Ajam yang Bukan Muslimin
Hal ini berdasarkan sabda Nabi ketika beliau melarang seorang laki-laki yang memakai sutera di bagian bawah pakaiannya, dengan sabda beliau: "Seperti orang 'Ajam (bukan Arab, non Muslim, )." (H.R Abu Daud), atau terhadap orang yang menambahkan sutera di bagian pundak pakaiannya, dengan sabdanya: "Seperti orang 'Ajam (bukan Arab, yang non muslim,)" (H.R Abu Daud). Dan, beliau juga melarang berdiri menyambut pembesar sebagai penghormatan. Bahkan, beliau melarang perbuatan yang sama bagi makmum terhadap imamnya dengan alasan yang sama, sebab dikhawatirkan mereka memahami bahwa yang demikian itu adalah salah satu cara penghormatan. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam asbabul wurud dari hadits tersebut, bahwa yang demikian itu bertasyabbuh dengan perbuatan orang-orang 'Ajam yang berdiri untuk menghormati kedatangan pembesar-pembesar mereka. Hal inilah yang dilarang, karena bertasyabbuh dengan orang-orang kafir 'Ajam. (H.R Muslim)
Perkara ini dikuatkan pula oleh Umar bin Khattab ra. Beliau melarang berpakaian seperti orang 'Ajam sebagaimana halnya terhadap orang-orang musyrik. Beliau menyampaikan larangan tersebut dengan keras sekali. Demikian pula dengan yang diisyaratkan oleh para as-salaf ash-shalih.
7. Orang-orang Jahiliyah dan Ahlinya
Kita juga telah dilarang dari segala hal yang berbau jahiliyah, baik dalam akhlak, ibadah, adat, maupun syi'ar-syi'arnya. Seperti bertabarruj bagi wanita, tidak berpakaian di bawah terik matahari pada waktu ihram sehingga dia meminta-minta pakaian. Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang Rafidlah (Syi'ah) zaman sekarang ini. Semua ini merupakan perbuatan jahiliyah dan amalan orang-orang musyrik. Demikian juga bertelanjang (tidak memakai pakaian, yakni menampakkan aurat, baik keseluruhan maupun sebagian saja), fanatik kebangsaan, berbangga-bangga dengan kebangsawanan dan mencela nasab, meratapi mayat dan meminta hujan kepada bintang-bintang (yakni berpendapat bahwa hujan turun karena musim dan bukan karena rahmat Allah). Nabi telah membantah dan membatalkan semua yang berbau jahiliyah dengan Islam, baik pahamnya, kebudayaannya, atau taklidnya (ikut-ikutan tanpa ilmu), peraturan dan perundang-undangannya, iklan-iklan dan propaganda- propagandanya.
8. Setan
Golongan lainnya yang terlarang untuk dijadikan figur peniruan (tasyabbuh) adalah setan (jin kafir). Nabi telah menerangkan perbuatan-perbuatan setan itu dan kita dilarang menirunya. Seperti, makan dan minum dengan tangan kiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya: Bahwa Nabi bersabda:
"Janganlah kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum dengannya (tangan kiri). Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengannya (tangan kiri pula)."
Tetapi sayangnya, perbuatan ini banyak dilakukan di kalangan kaum muslimin dengan menganggap bahwa perbuatan itu adalah perbuatan sepele, atau memang karena ketakabburannya terhadap kebenaran, serta iman meniru-niru auliya'u setan (teman-teman setan) dari golongan orang-orang kafir dan fasik.
9. Orang-orang Arab Badui yang Tidak Sempurna Agamanya
Mereka adalah orang-orang Badui (Arab) yang jahil. Banyak orang-orang Arab yang memakai hukum perundang-undangannya berdasar adat dan taklid (mengikuti nenek moyang), tidak berdasarkan Islam sama sekali. Semuanya itu merupakan warisan jahiliyah, bahkan ada orang-orang Arab Badui yang fanatik terhadap adat-istiadat dan kebudayaannya, doktrin-doktrin hari-hari besar, taklid, serta berbagai atribut lainnya meskipun bertentangan dengan syari'at Islam. Di antaranya, fanatik jahiliyah (kebulatan tekad untuk mempertahankan kejahiliyahan), membangga-banggakan kebangsawanan, mencela nasab, menamakan maghrib dengan isya dan menamakan isya dengan al-atamah (kegelapan malam), bersumpah untuk thalak, menggantungkan thalak, tidak menikah kecuali dengan anak pamannya, dan adat-adat jahiliyah lainnya.
Alasan Dilarangnya Tasyabbuh Terhadap Orang Kafir
Telah disebutkan mengenai terlarangnya bertasyabuh kepada orang diluar islam terutama menyangkut tasyabbuh dalam bidang keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, juga dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan maksiat dan kefasikan. Seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir. Adapun penyebab timbulnya larangan tersebut, diantaranya:
1. Semua perbuatan orang kafir pada dasarnya dibangun di atas pondasi kesesatan dlalalah dan kerusakan fasad. Inilah sebenarnya titik tolak semua perbuatan dan amalan orang-orang kafir, baik yang bersifat menakjubkan anda atau tidak, baik yang dzahir (nampak, nyata) kerusakannya ataupun terselubung. Karena sesungguhnya yang menjadi dasar semua aktivitas orang- orang kafir adalah dlalal (sesat), inhiraf (menyeleweng dari kebenaran), dan fasad (rusak). Baik dalam aqidah, adat-istiadat, ibadah, perayaan-perayaan hari besar, ataupun dalam pola tingkah lakunya. Adapun kebaikan yang mereka perbuat hanyalah merupakan suatu pengecualian saja. Oleh karena itu jika ditemukan pada mereka perbuatan-perbuatan baik, maka di sisi Allah tidak memberi arti apapun baginya dan tidak diberi pahala sedikitpun. Sebagaimana firman Allah: "Dan Kami hadapi amal yang mereka kerjakan kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (QS. Al- Furqan: 23)
2. Dengan bertasyabbuh terhadap orang kafir, maka seorang muslim akan menjadi pengikut mereka. Yang berarti dia telah menentang atau memusuhi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya . Dan dia akan mengikuti jalur orang-orang yang tidak beriman. Padahal dalam perkara ini terdapat peringatan yang sangat keras sekali, sebagaimana Allah berfirman: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas datang kepadanya petunjuk dan mengikuti jalannya orang- orang yang tidak beriman, Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatannya (yakni menentang Rasul dan mengikuti jalan orang-orang kafir, pen.) kemudian Kami seret ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa' 4:115)
3. Hubungan antara sang peniru dengan yang ditiru seperti yang terjadi antara sang pengikut dengan yang diikuti yakni penyerupaan bentuk yang disertai kecenderungan hati, keinginan untuk menolong serta menyetujui semua perkataan dan perbuatannya. Dan sikap itulah yang menjadi bagian dari unsur-unsur keimanan, di mana seorang muslim tidak diharapkan untuk terjerumus ke dalamnya. Sebagian besar tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan mengokohkan orang- orang kafir. Dari sana timbullah rasa kagum pada agama, kebudayaan, pola tingkah laku, perangai, semua kebejatan dan kerusakan yang mereka miliki. Kekagumannya kepada orang kafir tersebut akan berdampak penghinaan kepada As-Sunnah, melecehkan kebenaran serta petunjuk yang dibawa Rasulullah dan para salafush shalih. Karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum pasti sepakat dengan fikrah (pemikiran) mereka dan ridla dengan semua aktivitasnya. Inilah bentuk kekaguman terhadap mereka. Sebaliknya, ia tidak akan merasa kagum terhadap semua hal yang bertentangan dengan apa yang dikagumi tersebut.
4. Musyabbahah (meniru-niru) itu mewariskan mawaddah (kasih sayang), mahabbah (kecintaan), dan mawalah (loyalitas) terhadap orang-orang yang ditiru tesebut. Karena bagi seorang muslim jika meniru dan mengikuti orang- orang kafir, tidak bisa tidak, dalam hatinya ada rasa ilfah (akrab dan bersahabat) dengan mereka. Dan rasa akrab dan bersahabat ini akan tumbuh menjadi mahabbah (cinta), ridla serta bersahabat kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan akibatnya dia akan menjauh dari orang-orang yang shalih, orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang mengamalkan As-Sunnah, dan orang-orang yang lurus dalam berislam. Hal tersebut merupakan suatu hal yang naluriah, manusiawi dan dapat diterima oleh setiap orang yang berakal sehat. Khususnya jika muqallid (si pengikut) merasa sedang terkucil atau sedang mengalami kegoncangan jiwa. Pada saat yang demikian itu apabila ia mengikuti yang lainnya, maka ia akan merasa bahwa yang diikutinya agung, akrab bersahabat, dan terasa menyatu dengannya. Kalau tidak, maka keserupaan lahiriah saja sudah cukup baginya. Keserupaan lahiriah ini direfleksikan ke dalam bentuk kebudayaan dan tingkah laku. Dan tidak bisa tidak, kelak akan berubah menjadi penyerupaan batin. Hal ini merupakan proses yang wajar dan dapat diterima oleh setiap orang yang mau mengamati permasalahan ini dalam pola tingkah laku manusia (human being). Sebagaimana kalau seseorang bepergian ke negeri lain maka ia akan menjadi orang asing di sana. Jika dia bertemu dengan seseorang yang berpakaian sama dengan pakaiannya, kemudian berbicara dengan bahasa yang sama pula pasti akan timbul mawaddah (cinta) dan ilfah (rasa akrab bersahabat) lebih banyak dibanding kalau di negeri sendiri. Jadi apabila seseorang merasa serupa dengan lainnya, maka rasa persamaan ini akan membekas di dalam hatinya. Ini dalam masalah yang biasa. Lalu bagaimana jika seorang muslim menyerupakan diri dengan orang-orang kafir karena kagum kepada mereka? Dan memang inilah yang kini banyak terjadi. Suatu hal yang tidak mungkin, seorang muslim bertaklid dan menokohkan orang kafir kalau tidak berawal dari rasa kagum, kemudian disusul dengan keinginan untuk mengikuti, mencontoh, dan akhiranya menumbuhkan rasa cinta yang mendalam yang disertai dengan sikap loyalitas yang tinggi. Hal itu bisa dilihat pada masa sekarang di mana banyak muslim yang bergaya hidup kebarat-baratan.
5. Bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir pada dasarnya akan menjerumuskan kepada kehinaan, kelemahan, kekerdilan (rendah diri), dan kekalahan. Oleh karena itu sikap bertasyabbuh dilarang keras. Demikianlah yang terjadi pada sebagian besar orang-orang yang mengikuti orang-orang kafir sekarang ini.


Bentuk-Bentuk Tasyabbuh
Berikut ini contoh-contok bentuk tasyabbuh,
1. Tasyabuh Sosiologis
a. Seorang laki-laki berpenampilan menyerupai seorang perempuan atau sebaliknya.
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
"Rasulullah melaknat seorang laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki" (H.R Bukhari)
b. Seorang laki-laki berkarakter dan berprilaku atau merubah jender menjadi wanita atau sebaliknya.
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ
"Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat laki-laki yang berkarakter wanita dan wanita yang berkarakter laki-laki " (H.R Abu Daud)
c. Seorang laki-laki memakai aksesoris atau pakaian yang biasa dipakai perempuan atau sebaliknya.
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat laki-laki memakai pakaian (aksesoris) wanita dan melaknat wanita yang memakai pakaian (aksesoris) laki-laki " (H.R Abu Daud)
2. Bentuk-bentuk Tasyabbuh Teologis
a. Iftiraq (bercerai berai dalam agama)
Masalah pertama yang secara tegas dilarang oleh Nabi atau secara syar'i dari sikap tasyabbuh terhadap orang-orang kafir adalah iftiraq fi dien (berpecah belah dalam agama). Masalah ini banyak dinyatakan dalam Al-Quranul Karim dan dalam As-Sunnah yang tsabit dan shahih.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang kebenaran kepada mereka." (QS. Ali Imran 3:105). Kemudian dihubungkan dengan pernyataan Nabi tentang akan berpecah-belahnya umat ini: "pemeluk agama Yahudi terpecah menjadi 71 firqah, dan pemeluk agama Nashrani terpecah menjadi 72 firqah, sedangkan umat ini akan terpecah menjadi 73 firqah."
b. Membuat Bangunan di Atas Kubur, Menjadikannya Masjid dan Diibadahi, serta Menggantung Gambar
Beberapa masalah ini banyak dinyatakan dalam berbagai nash di antaranya sebagai berikut:
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi 'Ashim dengan sanad yang shahih: Dari Mu'awiyah ra. berkata: "Sesungguhnya meratakan kubur itu merupakan sunnah, dan pemeluk agama Yahudi dan Nashrani telah meninggikannya, maka jangan bertasyabbuh dengan mereka."
Dengan meniru perbuatan tersebut, maka dibangunlah juga kuburan orang- orang shalih di masjid walaupun setelah dibangunnya masjid itu. Semua ini termasuk dalam larangan. Termasuk yang dilarang adalah menjenguk atau menziarahi kubur dengan tujuan berdoa di sana, atau berdoa kepada mayat, atau dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepadanya. Semua itu adalah perbuatan yang biasa dilakukan pemeluk agama Yahudi dan Nashrani, padahal Nabi telah memperingatkan tentang hal itu dengan peringatan yang sangat keras.
Dan dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Nabi pernah bersabda: "Celakalah pemeluk agama Yahudi, yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid." Dan, dalam lafadz Muslim: "Allah melaknat pemeluk agama Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid."
Dalam riwayat lain Nabi bersabda mengomentari kisah Ummu Salamah dan Ummu Habibah ketika mereka melihat gereja yang sangat indah dengan dihiasi gambar-gambar di dalamnya, maka bersabda Nabi : "Mereka adalah kaum yang apabila meninggal seorang yang shalih atau laki-laki yang shalih, dibangunlah di atas kubur mereka sebuah tempat peribadatan dan mereka hiasi dengan gambar-gambar sang mayat tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di hadapan Allah 'Azza wa Jalla." (H.R Bukhari)
c. Tidak Menyemir Rambut yang Beruban
Sebagian dari yang dilarang Nabi dalam bertasyabbuh dengan orang-orang kafir adalah membiarkan rambut beruban dan tidak disemir. Perbuatan semacam itu adalah menyerupai pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Seperti yang termaktub dalam Shahihain: Dari Abu Hurairah ra. berkata: bersabda Rasulullah : "Sesungguhnya para pemeluk agama Yahudi dan Nashrani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka."
d. Memotong Jenggot dan Memelihara Kumis
Perbuatan demikian itu menjadikan mereka tasyabbuh terhadap orang- orang musyrik, pemeluk agama Majusi, Yahudi, dan Nashrani. Seperti yang banyak dinyatakan dalam hadits shahih dari Nabi tentang keharusan memelihara jenggot dan memotong kumis. Dan, yang menjadi sebab, menurut Nabi adalah untuk membedakan dari orang-orang musyrik dan Majusi. Dalam riwayat bukhari beliau bersabda: "Selisihilah orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot." Dan, dalam riwayat lain seperti yang termaktub dalam hadits Muslim juga: "Potonglah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah dengan pemeluk agama Majusi."
e. Perayaan, Pesta, dan Memasang Umbul-umbul
Seperti telah diketahui bahwa tidak disyari'atkan berhari raya kecuali Idul Adha dan Idul Fitri. Sesungguhnya memperbanyak hari besar merupakan ajaran agama Ahli Kitab, orang-orang kafir, musyrikin, agama Majusi, dan orang-orang jahiliyah. Dan, Nabi telah melarang kaum muslimin merayakan lebih dari dua hari raya itu (Idul Adha dan Idul Fitri).
Rasulullah melarang penduduk Madinah menghidupkan hari-hari besar mereka ataupun sejarah kebudayaan tradisionalnya. Seperti yang diriwayatkan Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa'I dengan sanad yang shahih dengan syarat Muslim: Rasulullah tiba di Madinah, ketika itu mereka mempunyai dua hari raya dan mereka bersuka ria pada kedua hari itu. Maka, beliau bertanya: "Dua hari raya apa ini?" Mereka menjawab: "Dua hari di mana kita bersuka ria di masa jahiliyah." Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dua hari raya yang lebih baik daripada itu, yakni Idul Adha dan Idul Fitri."
Dan, Umar bin Khattab ra. pernah berkata: "Jauhilah musuh-musuh Allah dengan menjauhi (tidak merayakan) hari-hari besar mereka."(H.R Baihaqi)
Karena Ied (hari raya) merupakan ketetapan syari'at maka tidak boleh ditambah-tambah ataupun dikurangi. Telah dimaklumi di kalangan ahli ilmu bahwa termasuk hari besar adalah semua keramaian (perayaan) yang diadakan muslimin – dalam hal ini — pada waktu-waktu tertentu secara berulang-ulang (rutin). Boleh jadi setiap bulan atau setiap tahun atau setiap dua tahun atau setiap lima atau sepuluh tahun, baik sehari atau seminggu berturut-turut. Prinsipnya, tradisi tersebut selalu dirayakan oleh umat dalam jangka waktu tertentu, dan dengan cara (pola) tertentu. Semua itu termasuk disebut Ied (hari raya), walaupun bukan termasuk hari raya resmi atau hari raya yang telah disepakati. Termasuk dalam hal ini adalah yang sering disebut dengan hari besar nasional, ulang tahun pernikahan (kawin emas, kawin perak di Jawa, misalnya, pent.), ulang tahun kelahiran, selamatan, perayaan kelas, dan lain-lain hari besar.
f. Meninggalkan Makan Sahur
Hal ini sebagaimana dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan Ahli Kitab. Mereka tidak pernah makan sahur kalau akan berpuasa. Dalam hadits riwayat Muslim, Nabi bersabda: "Perbedaan antara shaum kita dengan shaum Ahli Kitab adalah makan sahur."
g. Mengakhirkan Berbuka
Sesungguhnya menyegerakan berbuka merupakan sunnah dan akan dijadikan pembeda dengan pemeluk agama Yahudi dan Nashrani. Seperti yang diriwayatkan Abu Dawud dan Hakim, dan dishahihkannya, bahwa Nabi bersabda: "Agama akan selalu tegak selama manusia menyegerakan berbuka, karena pemeluk agama Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya."
h. Berdiri Memberi Hormat
Dilarang berdiri kepada seseorang sebagai penghormatan kepadanya, khususnya jika orang tersebut mempunyai kedudukan atau kekuasaan dan termasuk dari kalangan pejabat tinggi. Adanya larangan tersebut telah dinyatakan dalam nash yang banyak.
Dalam riwayat Muslim dikatakan: "Hampir saja kalian melakukan perbuatan sebagai-mana diperbuat oleh orang-orang Persia dan Romawi, mereka berdiri untuk menghormat raja mereka, sedangkan raja-raja tesebut dalam keadaan duduk."
i. Meratapi Mayat
Menangisi mayat sambil meratapi kemudian menyediakan suatu sarana agar orang lain melakukannya juga, merupakan perbuatan yang dilakukan oleh orang- orang jahiliyah. Rasulullah pernah bersabda dalam suatu hadits muttafaqun 'alaihi: "Bukan dari golonganku orang-orang yang memukul pipinya, menyobek kantung bajunya, dan menyeru dengan seruan jahiliyah." Perangai ini juga banyak menimpa kalangan muslimin sekarang ini.
j. Bangga dengan Kebangsawanan, Mencela Nasab, dan Minta Hujan Kepada Bintang-bintang
Semua ini merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah yang telah dilarang Nabi dengan sabdanya: "Empat perkara yang masih dikerjakan umatku dan merupakan perbuatan jahiliyah serta mereka tidak mau meninggalkannya yaitu: berbangga-bangga dengan kebangsawanan, mencela nasab, minta hujan kepada bintang-bintang, dan menangisi mayat sambil meratapi." (H.R Muslim)
k. Fanatik Kesukuan, Fanatik Madzab, dan Fanatik Kebangsaan
Fanatisme kesukuan, fanatisme madzab, dan fanatisme kebangsaan serta segala bentuk ashabiyah atau fanatisme kepada selain Islam. Tujuannya agar timbul rasa bangga dan ta'ashub (membanggakan keturunan). Sesungguhnya semua perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahiliyah. Nabi telah bersabda dalam hadits shahih: "Bukan golonganku orang-orang yang menyeru kepada ashabiyah, dan bukan golonganku orang yang berperang karena ashabiyah, bukan golonganku orang-orang yang mati dalam membela ashabiyah." (HR. Abu Dawud dan Muslim dengan makna yang sama.)
l. Menyambung Rambut Bagi Wanita
Yang dimaksud menyambung rambut di sini adalah menyambung atau menambah rambut dengan rambut palsu yang telah Allah ciptakan atas wanita itu (walaupun rambut asli), sebagaimana dilakukan pemeluk agama Yahudi. Jika wanita muslimah mengubah rambut aslinya (seperti menyambung dengan rambut palsu, pent.), maka sesungguhnya dia tidak/bukan bentuk asli, dan telah melanggar batas ketentuan-ketentuan yang dipahami para ahli ilmu. Seperti yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari hadits Muawiyah ra. yang berkata ketika mengisahkan rambut yang disambung: "Sesungguhnya yang menyebabkan Bani Israil binasa adalah karena mereka mengambil ini (rambut palsu) untuk wanita mereka." aku tidak melihat seorang pun mengerjakannya kecuali pemeluk agama Yahudi."
Penutup
Bid'ah dan tasyabuh adalah dua perkara yang telah menjadi "baju" umat Islam akhir zaman. Sumber dari bid'ah dalam agama bisa berasal dari tasyabbuh terhadap agama non-Islam dan juga murni inovasi seseorang baik dengan mengurangi atau menambah syari'at. Bid'ah dan tasyabbuh dalam kalangan umat Islam bukanlah hanya semata-mata terjadi secara alamiah sebagai efek dari akulturasi budaya, atau kecenderungan manusia mengikuti hawa nafsu, namun diluar itu ada proses rekayasa (makar) yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan agama samawi dan menggantikannya dengan agama baru bikinan mereka. Mereka bersembunyi pada kelompok manusia beragama, namun sebenarnya mereka adalah manusia atheis, manusia yang tidak mengakui eksistensi Allah, manusia picik dan pengecut, manusia penyembah setan. Al-Qur'an hanya memberikan peringatan kepada orang yang beriman untuk selalu waspada terhadap dua kelompok manusia yang "berbaju agama samawi" (Yahudi dan Nashrani), karena dua kelompok manusia "beragama" ini yang secara defato telah melakukan tahrif (rekayasa, inovasi dan penyelewengan) terhadap kemurniaan ajaran agama Tauhid. Selanjutnya mereka melakukannya terhadap al-Islam, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah 2:120
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Pemeluk agama Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah 2:120)
Kalau kita tidak membangun kesadaran (al-Wa'yu) dan beriman terhadap ajaran yang ada dalam al-Qur'an, maka nasib umat islam pun akan sama dengan umat sebelumnya, menjadi al-maghdub (dibenci Allah) dan al-Dhallun (sesat).
Dengan membangun kesadaran kita tidak akan salah melihat musuh kita sebenarnya, dialah setan dan para pengikut ajarannya dari kelompok jin dan manusia yang berkalaborasi membangun sebuah tatanan dan sistem untuk menyeret manusia supaya sesat yang terus berkesinambungan. Liciknya mereka bersembunyi dan "berbaju agama" sehingga banyak manusia yang tertipu olehnya.
Orang yang belajar sejarah dari Al-Qur'an, akan melihat jelas "link" gerakan makar iblis dan balatentaranya. Secara implisit Al-Qur'an menggambarkan makar dimulai dari Qabil, Namrudz, kabinet Fir'aun sampai kelompok yang bersembunyi dalam wadah "agama" Yahudi dan Nashrani, semuanya merupakan pelajaran berharga bagi umat beriman.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf 12:111)
Referensi:
[1] Ibn al-Jawzi, Talbis Iblis (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah 994), 24. atau al-Shatibi, al I'tisam (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiah, 1991), 27.
[2] Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid I, 217
[3] Muhammad 'Abd al Salam al Shaqiri, al Sunan wa al Mubtada'at (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiah, 1994), 17. bisa dilihat juga dalam Ali Mahfuz, al Ibda' fi Madar al Ibtida' (Kairo: Dar al I'tisam, t.t.), 26. atau al-Shatibi, al I'tisam, 28.
[4] Abdul Aziz Dahlan (ed.) Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. I (Jakarta: Ichtiar Baru, 2001), 217-218.
[5] Ali Mahfuz, al Ibda' fi Madar al Ibtida', 38-39.
[6] Ali Mahfuz, al Ibda', 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar